Cerita FOSS dari Dharmasraya

Standard

Assalamu’alaikum, 

Akhirnya saya punya kesempatan mengisis blog ini. Setelah beberapa hari yang lalu saya sangat disibukkan menyusun materi presentasi kemudian berangkat menuju Dharmasraya untuk memberikan materi tentang sosialisasi FOSS. Awalnya saya berpikir bahwa peserta yang nanti akan saya berikan materi adalah para kepala SKPD atau pegawai negeri. Karena saya membaca surat yang dikirimkan oleh Dishubkominfo ke KPLI Padang bahwa mereka meminta utusan sebagai pemateri untuk hadir dikegiatan yang diadakan. Saya lumrah saja menilai begitu. Maka saya cobalah menyusun materi. Berdasarkan beberapa referensi, bahan presentasi saya akhirnya selesai juga.

Sesampai disana, saya bertemu dengan staff Dishubkominfo, buk Iin. Sembari menuju penginapan, saya tanya untuk memastikan siapa yang akan jadi peserta diacara sosialisasi besok. Ternyata para pesertanya adalah siswa se SMA Kab. Dharmasraya. Wah, padahal materi yang sudah saya buat kapasitasnya untuk pegawai. Alhasil, saya begadang lagi deh malam ini. Untung saja ada materi pak Rusmanto, direksi majalah INFO Linux. Dengan menambahkan sedikit pembahasan dari saya, tapi tetap menyebutkan siapa pemiliki bahan presentasi, akhirnya selesai juga.

Keesokkan hari, saya bertemu lagi dengan pak Lilik, yang juga pembicara diacara ini. Berprofesi sebagai dosen STMIK Dharmasraya, dan pengguna Linux, khusunya Linux Mint. Saya coba lagi diskusi tentang materi yang akan disampaikan. Akhirnya, saya tetap menyampaikan materi dari pak Rus, dan pak Lilik mendemokan install Distro Linux BIOS v.2 yang dibuat (baca:remaster) untuk kebutuhan migrasi pemko Bukittinggi  waktu akhir tahun 2011 dulu. Acara berjalan khidmat dan lanjar. Antusias peserta tinggi untuk ingin tahu lebih banyak tentang Linux. Walaupun belum semua mengenal dan mencoba OS Linux. Untuk menyemangati agar teman-teman lebih mempelajari FOSS dan Linux, saya berikan sebuah flash disk berisi Live USB Distro Linux BIOS v.2 yang didemokan tadi kepada peserta, dengan syarat, bisa menjawab pertanyaan seputar materi yang disampaikan. Dan pertanyaannya pun bukan yang mudah-mudah tentunya. Tapi hanya 1 orang yang beruntung. Dan inilah foto-foto nya : Continue reading

Jembatan Siti Nurbaya

Standard

Assalamu’alaikum

Seperti biasanya, hari minggu ini saya jogging lagi. Seperti biasa juga, rute dari rumah kawasan Parak Gadang, lurus menuju Pantai Padang. Tapi kali ini ada sedikit improvisasi. Biasanya saya sampai di Pantai Padang itu sekitar jam 7 an. Tapi kali ini jam setengah 6:15, karena saya berangkat jam setengah 6. Kalau langsung pulang, jadi tidak asyik. Kalau dihabiskan makan bubur kampiun ditepi pantai, bisa-bisa masuk angin  lama kena angin laut. Yang pasti saya ingin kaki ini terus bergerak. Akhirnya saya tentukan Jembatan Siti Nurbaya sebagai tujuan selanjutnya.

Dari Pantai Padang, saya belok kiri tepat di simpang 5 bundaran lampu merah dekat klenteng budha suci. Melewati kawasan wisata kuliner Kristin Hakim. Dan diawali melangkahkan kaki mendaki jalan jembatan yang sedikit menanjak, sambil mencatat nomor handphone yang tertera di Kantor NTMC Dilantas Polda Sumbar, siapa tahu berguna kan 🙂 (tidak penting banget)

Sesampai diatas jembatan, saya terpukau melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Memandang ke arah timur, disana terlihat bahwa kota Padang dikelilingi bukit. Lebat hutan di Gunuang Padang dan juga beberapa makam etnis Cina serta rumah penduduk mengisi lahan bukit itu. Ke sisi kiri saya melihat bangunan tua yang berdiri tegap, tampak klasik dengan tuanya tersebut. Bangunan yang semenjak saya SD masih berdiri kokoh.

Lalu beberapa saat kemudian, ada sebuah kapal penangkap ikan mulai beraktifitas. Kapal itu akan melewati tepat dibawah jembatan dimana saya berdiri saat ini. Tak mau ketinggalan momen, saya berusaha lebih ketengah jembatan agar benar-benar tepat berada diatas kapal melintas. Amazing 🙂 (jangan ditambah Spiderman ya). Tiang lampu yang didesain klasik menambah nilai elegan jembatan.

Lebih kurang 15 sampai 30 menit saya menikmati suasana jembatan Siti Nurbaya. Tapi sayang, tidak ada anak muda atau pengunjung yang menikmati pemandangan indah ini, hanya ada penduduk sekitar yang hilir mudik dengan kendaraan masing-masing serta berapa bapak-bapak yang sengaja bersepeda, mungkin karena mereka terlalu menikmati pantai padang kali ya. Karena tidak ada kamera, jadi sayang sekali, momen indah itu tidak bisa saya perlihatkan kepada anda. Yang jelas, jembatan Siti Nurbaya benar-benar indah dikala pagi, disaat matahari mulai merekah 🙂

Tempat Amazing apa lagi yang ada di Padang ? 🙂

Wassalam

Tanda *

Standard

Assalamu’alaikum

Kenapa disetiap pengumuman, atau selebaran pemberitahuan selalu ada tanda bintang (*) ?. Saya sedikit ragu dengan pelayanan yang penyampaian informasi ada tanda itu. Karena sering kali tanda bintang (*) dijadikan kambing hitam disetiap persoalan. Lihat saja, diiklan televisi sekarang, seperti iklan shampo, disudut layar televisi pasti ada tanda bintang (*). Ada saja alasannya, entah itu menyebutkan berdasarkan hasil uji lab manalah, atau berdasarkan rambut dengan keluhan tertentu. Semoga saja saya ketemu sebuah barang yang saat promosinya tidak ada tanda bintang. Yang jadi pertanyaan, ada nggak ya ?

Wassalam

Nggak Nahan

Standard

Assalamu’alaikum,

Jangan ng res dulu ya. Ini bukan bukan cerita vulgar. Tapi kali ini sebuah kejadian yang bagi saya cukup menggelitik. Tadi pagi, disebuah pasar tradisional, Pasar Simpang Haru, sembari menunggu tante berbelanja, saya duduk diemperan toko parfum yang belum buka (jadi ingat nambah parfum ditempat isi ulang nih). Tiba-tiba, ada sepeda motor yang pengendaranya tidak asing bagi saya. Walaupun tidak kenal nama, tapi saya tahu bahwa dia penjual sala lauak (googling saja bagi yang tidak kenal sala lauak). Dia sering menitipkan sala lauak nya diwarung kopi yang ada dipasar. Saya pernah juga membeli sala lauak diwarung tempat dia meletakkan dagangannya, tapi setelah dirasakan, ternyata sala lauaknya keras euy. Untuk waktu itu saya beli bukan sala saja, saya juga membeli bakwan dan pregedel kentang (jelas banget kualitas perut saya ya 🙂 ).

Kembali lagi ke tukang jual sala, karena pengalaman saya membeli sala jualannya, maka saya perhatikan dengan detail dan seksama. Saya curiga, apakah sala yang tidak terjual alias yang sisa dari penjualan kemarin, itu diambil lalu untuk digoreng lagi ? Karena saya dulu pernah, beli sala, tapi nggak habis, lalu disimpan di lemari es, besoknya saya goreng lagi, tujuannya sih agar enak dimakan panas-panas, ternyata malah tambah keras. Makanya saya kepikiran yang sama terhadap penjual sala ini. Setelah si penjual sala keluar dari warung, saya melihat, ternyata benar, sala yang tidak terjual kemarin, dimasukkan lagi ke dalam kardus yang dia bawa dengan motornya, lalu kotak tempat letak sala di lap sampai bersih. Di lap aja lho, tidak dicuci. Dan kemudian dia memasukkan sala baru yang berada di keranjang merah bawaannya. Setelah balik lagi dari warung sehabis meletakkan sala baru,  saya lihat dia mengambil sala dari keranjang merah tempat meletakkan sala yang akan dijual, dan memasukkannya ke dalam mulut dengan sigap. Perhatian saya buyar, yang tadinya mengintai setiap gerakan tukang jual sala, jadi malah menahan tawa. Ternyata, tukang jual sala, tidak tahan godaan sala yang dijualnya sendiri 😀 Ada-ada aja.

Wassalam